Pemilu 2024 : Ajang Taruhan Politik Terbesar Indonesia

Tidak terasa sebentar lagi pemilu Indonesia akan segera digelar tepatnya pada bulan Februari ini. Pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan menjadi ajang pesta demokrasi terbesar di Indonesia, dengan lebih dari 200 juta pemilih yang akan memilih presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif secara serentak.

Momen ini merupakan momen paling dinanti bagi kebanyakan partai politik dan juga anggota politikus Indonesia. Ini lantaran karena pemilu sering kali menjadi ajang taruhan politik dan panggung bagi para elit politikus untuk berebut kekuasaan dan pengaruh, yang mana akhirnya menimbulkan persaingan yang tidak sehat, bahkan konflik yang berpotensi mengancam stabilitas dan keamanan nasional.

Untuk itu, perlu ada upaya bersama dari semua pihak untuk menjaga integritas dan kredibilitas pemilu, serta mengedepankan kepentingan nasional dan rakyat di atas segala-galanya.

Persaingan & Taruhan Politik

Pemilihan umum (Pemilu) sendiri adalah proses demokratis yang seharusnya menggambarkan aspirasi dan kehendak rakyat. Namun, di balik proses pemilu, terdapat berbagai kepentingan dan taruhan yang melibatkan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri.

Pemilu menjadi ajang taruhan politik karena menyangkut berbagai kepentingan dan tantangan yang kompleks. Tidak peduli di negara manapun, para politikus berusaha mempertaruhkan segalanya demi memenangkan pemilihan. Mereka akan mempertaruhkan karir, reputasi, dan bahkan masa depan mereka. Semua semata-mata demi “fame and power” dan tentunya “shadow income”.

Bisa jadi pemilu 2024 ini juga berpotensi akan adanya penyalahgunaan wewenang, terbajaknya sistem demokrasi, hingga ancaman suburnya politik dinasti, terlebih dengan adanya polarisasi dan isu sensasionalisme antara tiga pasangan capres-cawapres yang bertarung, yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Polemik Pemilu 2024

Meski belum resmi digelar, namun perjalanan Pemilu 2024 Indonesia sudah diwarnai bermacam polemik antara kalangan pemangku kepentingan. Demi memenangkan hati pemilih, para politikus akan menggunakan banyak cara yang “tidak lazim” terlebih banyaknya pemilih dari generasi muda yang rawan akan “pengaruh media sosial”.

Bukan tanpa alasan, generasi muda berusia 22-30 tahun akan mendominasi pemilih secara nasional, dengan porsi 56%, atau sekitar 114 juta secara statistik. Bisa dibilang, pemilu ini akan menjadi yang terbesar di dunia dengan jumlah total pemilih diperkirakan mencapai 74% dari total populasi Indonesia, sebagian di antaranya adalah pemilih pemula.

Makanya, jangan heran kalau media pemberitaan menjadi arena laga dengan cara menyebarkan bermacam potensi disinformasi terutama di media sosial. Hal semacam ini telah menjadi cara utama semenjak teknologi internet dan media daring berkembang pesat di Indonesia.

Pemilu sendiri membutuhkan biaya yang besar untuk kampanye dan logistik. Hal ini dapat mendorong para calon atau partai politik untuk mencari dana dari berbagai sumber, termasuk yang ilegal atau tidak transparan. Politik uang juga dapat digunakan untuk membeli suara pemilih atau membiayai kecurangan.

Maka dari itu, penting bagi kita sebagai pemilih untuk bijak dalam memilih calon terbaik. Kita harus memilih calon yang memiliki integritas, kompetensi, dan visi yang jelas untuk memimpin Indonesia ke depan supaya dapat membawa perubahan positif bagi Indonesia dan rakyatnya.